Menikah itu….


Setahun belakangan saya sering sekali mendapatkan undangan pernikahan teman. Entah teman sekolah, kuliah, teman main, hingga rekan kerja. Kalau kata senior saya di tempat kerja lama saya, “emang sudah ‘wayahna’ (memang sudah waktunya)”.

Menikah. Siapa sih yang tidak memiliki keinginan untuk menikah? Terutama teman-teman perempuan seumuran saya atau di atas saya yang sudah wayahna menikah. Meski begitu, banyak juga dari mereka yang ingin menikah ini belum mendapatkan pasangan, ada juga yang memang sudah punya pasangan tetapi menunggu rezeki untuk pesta pernikahan.

Memang sih, pernikahan orang Indonesia itu mahal biayanya. Kalau kata mas Ippho Santosa dulu, yang mahal itu biaya gengsinya. Sementara, aslinya biaya menikah itu murah. Apapun itu, saya pribadi merasa belum siap untuk menikah.

Tetapi ada loh, orang yang selalu menasihati, bahwa pernikahan merupakan jalan penyelesaian masalah. Sementara, bagi saya (yang belum siap untuk menikah) pernikahan itu menjadi satu beban tersendiri. Kenapa? Karena buat saya, pernikahan itu tanggung jawab. Terlebih bila kamu seorang perempuan. Tanggung jawab kamu tidak lagi pada seputar bertanggung jawab kepada diri sendiri. Tetapi, tanggung jawab dalam membesarkan sebuah keluarga. Terutama, membesarkan dan merawat seorang individu baru, tentunya bila kamu sudah memiliki anak.

Saya penyayang anak-anak, tetapi bukan berarti saya ingin segera punya anak. Menjadi seorang ibu itu tanggung jawab paling besar, karena kamu harus mendidik seorang individu dari mulai dia lahir hingga dia dewasa. Memastikannya hidup dengan layak, aman, penuh kasih sayang, berpendidikan baik, berakhlak baik, dan tidak salah jalan.

Punya anak itu bukan sekadar perkara kamu mengurusi gizinya saat hamil, bukan perkara ketika kamu mengganti popoknya, menyusuinya, atau posting foto dia ketika tumbuh kembangnya sempurna dengan tingkat kelucuan bayi yang luar biasa. Ini bukan soal itu. Ini soal individu baru.

Kemudian, bagaimana dengan urusan rumah tangga. Saya sih belum siap kalau harus mengurangi waktu saya dengan teman-teman untuk keluarga. Waktu tertawa-tawa, bermain-main saya dengan mencuci baju seluruh anggota keluarga. Dengan duduk diam di rumah bersama keluarga. Ya, saya tidak mengelak bahwa itu sesuatu yang precious. Tetapi, itu butuh banyak pertimbangan.

Intinya, menikah itu butuh persiapan yang baik baik secara moral maupun materil. Entah kamu perempuan atau laki-laki, ketika kamu hendak menikah, artinya kamu sudah sanggup dan siap untuk memberikan waktu dan hidup kamu untuk membentuk sebuah keluarga, membentuk individu baru (menjadi manusia yang seutuhnya), dan juga bertanggungjawab atas semuanya.

Entahlah.. Ini sih renungan saya saja ya… 😄

*agustin_wardani

Leave a comment