transportasi publik kita :'(

Kemarin, tepatnya hari Minggu 4 Juli 2010, bukan mau bercerita tentang independence day-nya Mr Barry Obama, tapi mau cerita soal transpotrasi umum yang seringkali membuat kita kesulitan. Apa memang begitu ya kalau cost yang dikeluarkan tidak seberapa?

Ohya, jadi gini ceritanya. Kemarin saya lagi BeTe banget sama orang rumah. Kasihan saya, jadi anak terlantar. Saya akhirnya dengan penuh emosi jiwa memutuskan buat jalan-jalan keluar. Laper, sekalian cari makanan buat ganjel perut yang penghuninya mulai protes karena kelaperan akut. Saya cari teman sana sini mulai dari Yayuk, sahabat saya. Ternyata Yayuk mau pergi sama Bapaknya, mau beli sepatu. Wah.. enak banget, jalan-jalan sama Mang Dadang (Bapaknya Yayuk, red). Lalu Ndi, saya tanya ke pacarnya, Ginan, kata Ginan, pacarnya lagi ke rumah temennya yang ulang tahun. Opsi ketiga, pacar saya, ternyata dia lagi kondangan bersama keluarganya. Yah.. makin tipis harapan saya ngilangin Bete. Yang ada juga tambah Bete.

Another option, saya ngenet tuh. surfing. mulai dari Yahoo messenger, Facebook, hingga twitter. Saya kemudian mengomentari salah statusnya Aa Obby (Abang saya, red) ujung-ujungnya saya ajak dia jalan. Oke, dia mau. Alhamdulillah, ada teman jalan. Lalu dia tanya: “Kemana Tin?”

Saya : “Hmm… Senayan A, istora. Ada pameran buku.”

Aa Obby: “Oke, naik kereta aja yah”

Saya: “Siap boss”

Melajulah kamu berdua, naik kereta ekonomi AC yang bertarif Rp 5.500,- cukup mahal jika dibandingkan dengan kereta ekonomi yang non AC, dan non kipas angin. Oke, harapan saya di kereta ekonomi AC ini saya bisa duduk dan santai-santai berdingin-dingin ria di dalamnya. Tapi ternyata, kereta penuh dengan Ibu-ibu bersama para balita mereka, yang sama-sama ngga dapet duduk. Oke, pintu masih ditutup. Tapi pernah beberapa kali, saya pulang kuliah, kereta ekonomi AC, namun sungguh-sungguh tidak menyerupai kereta berAC. Lebih seperti ekonomi biasa karena pintu dibuka (gimana ACnya kerasa?), penumpangnya banyak dan padat sekali (mirip dengan jamaah haji yang sedang tawaf mengelilingi Ka’bah), belum lagi copet dan tangan-tangan jail yang siap menerkam bila ada yang lengah.

Oke, perjalanan berakhir di stasiun Jakarta Kota, Beos.

Kami lalu memutuskan untuk naik Trans Jakarta Busway dari halte Stasiun Kota hingga halte Gelora Bung Karno. Cukup padat. Mulai dari Ibu-ibu hingga muda mudi berpakaian serba hitam berjalan mengantri tiket busway.

Lama sekali kami mengantri. Kurang lebih 15 menit pertama, kami akhirnya mendapatkan dua tiket masuk halte busway, saat mengantri tiket busway, saya bahkan sempat dimintai tolong oleh seorang bapak untuk membelikan tiket. Karena ia malas mengantri. Bodohnya saya, mengapa mau ya? Tapi ngga apalah, mungkin kalo dia ikutan mengantri nanti antrian bakal tambah lama lagi. Kasihan yang lain.

Oke, akhirnya kami berdua masuk halte busway. Ya Tuhan, antrian sangat-sangat padat. Hampir sama seperti yang saya ceritakan sebelumnya, mirip jemaah haji yang sedang tawaf mengelilingi Ka’bah. Bedanya, ini menunggu giliran untuk naik Bus Trans Jakarta.

Saya dan Aa Obby mengamati beberapa bus Trans Jakarta dari arah Glodok yang menurunkan penumpang dan hendak putar balik untuk menjemput penumpang yang sedang mengantri. Kami kemudian terlibat dalam obrolan. Begini kira-kira.

Saya: “Tuh, busnya banyak yang datang, tapi ngga jalan-jalan”

Aa Obby: “Kan semuanya terjadwal Tin, jadwal keberangkatannya diatur”

Saya: “Tapikan ngga efektif a, masa disini banyak penumpang gini tapi busnya malah ngetem dulu, istirahat dulu, kan udah tinggal ganti supirnya”

Aa Obby: “Kan mau sok efisien, tapi ngga efektif”

Dan kami berduapun tertawa. Haha, mau efisien tapi caranya bikin ngga efektif. Kasihankan penggunanya, harus mengantri di halte yang penuh sesak tanpa AC pula.

Nih suasananya:

Liat, penuhkan?